![Andai Indonesia Tanpa Facebook](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiY6tZMEZCmUTkY2ZtiBn3VYTbziGtpU19cPmcvzmZ_QMRuLz_l4AvCgImJ__76q90iFb0cWFKPZwollH-vt8v-8Bg1R3-BYjTbo-HFQYKH-H24eBpjL3YyTMuWRhwemgJgCChHd_O5MjC/s1600/Untitled.png)
Pemerintah Indonesia selangkah lagi mampu memblokir akses facebook (FB) kepada Indonesia. Kementrian Komunikasi serta Informasi (Kominfo) sudah melayangkan Surat Peringatan (SP II) kepada FB berkaitan skandal pencurian data oleh konsultan politik Cambridge Analytica yang berbasis kepada London, Inggris.
Surat yang dilayangkan Kominfo berisi Pemerintah Indonesia meminta perusahaan media sosial terbesar kepada dunia ini menyerahkan yang akan terjadi audit atas skandal buat pemenangan pemilihan presiden kepada Amerika. Namun, hingga Selasa (10/4), pihak FB belum menyerahkan yang akan terjadi audit dimaksud.
Kemudian pemerintah akan melayangkan SP III dalam waktu dekat. Apabila pulang tidak timbul tanggapan, maka pemerintah mampu memblokir sementara akses FB kepada Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan juga memblokir akses FB selamanya. Apalagi timbul info data pribadi kurang lebih 1 juta pengguna FB kepada Indonesia bocor ke pihak ketiga.
Sebagai pengguna, saya masih menunggu respon FB serta ketegasan pemerintah dalam menegakkan Peraturan Menteri No. 20/20/2016 ihwal agunan keamanan data pribadi kepada setiap pelaksanaan yang dipakai kepada Indonesia. Beranikah pemerintah tegas menegakkan aturannya sendiri? Kita tunggu saja...
Andai saja FB betul-betul ditutup aksesnya kepada Indonesia, tentu akan menawarkan dampak yang tidak sedikit bagi para pengguna FB kepada Indonesia. Bagaimanapun teknologi yang dipakai buat kehidupan sehari-hari, menjadi bagian hidup buat berbagai kepentingan, bila tiba-tiba teknologi itu tidak timbul, para pengguna akan merasakan sesuatu yang hilang. Selama ini FB tidak semata-mata platformuntuk membangun interaksi sesama, saling sapa, menjalin pertemanan, maupun media buat aktivitas bisnis. FB juga sudah menjadi entitas politik krusial, menuangkan aktualisasi diri politik, menjadi media penyebar kabar hoaks serta bahkan loka penyemaian paham-paham radikal.
Lebih Adem
Bagi pengguna yang memanfaatkan FB menjadi media pertemanan, tutupnya akses FB mereka akan merasakan hal yang tidak sama. Selama ini FB menjadi ruang buat menunjukan siapa sebenarnya diri kita.
Saya pernah menulis sebuah artikel kepada koran Solopos, harian yang terbit kepada Solo, bahwa sesungguhnya media sosial (termasuk FB) artinya "panggung" buat membangun kesan diri atas orang lain. Entah buat memamerkan kesan kaya, pinter, salih, santun, serta kesan-kesan lainnya. Mereka akan melakukan aktivitas kepada FB buat menunjukan kesan yang diinginkan itu. Meskipun dalam kehidupan konkret, mereka tidak misalnya kehidupan yang dipanggungkan itu.
Sangat mungkin mereka akan pindah ke platform sejenis, Instagram (IG) contohnya, menjadi ruang baru buat keberadaan diri. Toh antara FB serta IG secara fungsional tidak jauh tidak sama, meski timbul beda karakter antarkeduanya. Tanpa FB, mereka tetap mampu menyalurkan "syahwat" buat ngeksis kepada IG serta platformlainnya. Apalagi sekarang poly pengguna FB yang juga pengguna IG. Klop sudah...
Secara atmosfer politik, bila FB tutup akan memberi akibat lebih adem. Sama-sama kita pahami, FB selama ini menjadi loka paling nyaman bagi para petualang politik buat berebut dampak. Di FB juga publik secara konkret terbelah ke dalam "kamar-kamar" dari preferensi politiknya setiap menjelang serta waktu-waktu momen politik krusial berlangsung.
Pemilihan Presiden (Pilpres) kepada 2019 pun auranya sudah kita rasakan kepada FB. Pertarungan antara kelompok "ganti presiden" maupun "presiden 2 periode" konkret-konkret menyita perhatian publik. Jila FB tutup, para konsultan politik juga tidak mampu menggunakan data psikografi FB buat kegiatan kampanye. Memanfaatkan data pribadi FB memang cara paling simpel buat memetakan segmentasi politik guna menyusun materi kampanye yang efektif. Tinggal memainkan jari kepada smartphone serta layar komputer, konsultan politik mampu mengharu biru jutaan orang kepada dunia maya, link-linknya mampu berseliweran kepada grup-grup dialog.
Yang menjadi perhatian saya justru para pengguna FB buat kepentingan mencari nafkah, jualan online, contohnya. Mereka akan terkena akibat secara langsung pemblokiran FB. Mereka bakal kehilangan channel murah buat kepentingan pemasaran, baik menjadi media promosi hingga buat transaksi bisnis. Meski mereka mampu juga beralih ke channel lain buat media berdagang. Namun niscaya mereka akan merasa kehilangan atas platform yang selama ini mereka gunakan. Bagi pengguna FB buat narsis, saya tidak peduli. Toh tanpa narsis pun mereka tetap mampu hidup wajar (bahkan lebih berkualitas).
Dalam perspektif politik, penutupan FB layak kita syukuri. Hal itu paling tidak akan sedikit menurunkan tensi politik yang terus menegang akhir-akhir ini. Petualang politik juga tidak mampu memanfaatkan data perilaku pengguna FB buat sasaran kampanye politik. Silakan cari cara lain buat berkampanye. Padahal Ketua DPR Bambang Soesatyo sudah mewanti-wanti partai politik mampu menggunakan teknologi big data buat kepentingan pemilu.
Selama kampanye (atau propaganda?) dilakukan secara elegan, itu bagian berasal proses berdemokrasi yang patut kita harga. Kelompok-kelompok radikal juga tidak mampu lagi memanfaatkan FB buat penyebaran ideologi mereka. Tak timbul kesempatan kepada FB Indonesia buat merekrut "para pengantin" menjadi martir bom bunuh diri.
Jadi, secara awam tidak timbul hal yang perlu dikhawatirkan terhadap penutupan FB kepada Indonesia. Meski timbul perasaan "kecanduan" sebagian orang terhadap FB, toh hal itu tidak menyangkut hal strategis bagi kehidupan umat insan. Saya yakin semua tetap akan berjalan secara wajar. Peringatan pemerintah Indonesia kepada FB hendaknya menjadi pintu kritik kepada perusahaan super besar itu.
Selama ini hubungan perusahaan FB serta user artinya korelasi saling menguntungkan. Pengguna mampu membuka akun FB tanpa harus bayar.
Risikonya kita "menyerahkan" sebagian identitas, perilaku, pandangan serta habit kita kepada perusahaan itu. Pemilik FB lalu menggunakan platform interaksi kepada dunia maya itu menjadi jalan buat mendapatkan profit serta membangun dampak.
Toh demikian, meski FB mampu menguasai data-data krusial milik pengguna, tidak semerta-merta FB mampu memanfaatkannya buat kepentingan dirinya maupun pihak ketiga. Dalam bisnis, kita mengenal etika bisnis. Ada hal-hal tertentu yang bersifat privat yang tidak mampu dipakai seenaknya tanpa seizin si empunya....
So, apa yang perlu dikhawatirkan terhadap penutupan FB? Ah, gak timbul tuh....
Solo, 12 April 2018
No comments:
Post a Comment