![Non Aktifkan Akun Facebook Terlambat...](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNqTNkE10fCLtzZhzatyHElBuv_OSVv5WiieWf_ijpPB9q0vW_EkAabSKh1O_GCXnNC6CCHpg8Qj0JMlJ4xry_sCvAgS3TanEBGeEmTwWbVMZOP-MNMB68BpFKjh5EhDlcDDtXvoTIk2o/s1600/Non+aktifkan+facebook3.jpg)
Gaung "hapus akun Facebook" lambat laun kian terdengar seusai dugaan terbongkarnya skandal pencurian atau bocornya data personal pengguna Facebook sang firma analisis data, Cambridge Analytica. Skandal ini seolah mengguncang dunia bukan saja alasannya adalah menyangkut keamanan data tertentu pengguna akan tetapi lebih dikarenakan kaitannya beserta super besar media sosial Facebook yang dinaungi sang Mark Zuckerberg. Imbas berasal terungkapnya skandal ini bagi Facebook sangatlah telak, sentimen negatif skandal tersebut dikabarkan menghasilkan nilai saham Facebook merosot tajam yang menjadikan kerugian mencapai puluhan triliun Rupiah.
Menanggapi skandal tersebut Mark Zuckerberg selaku CEO Facebook telah menghasilkan permohonan maaf berikut mengakui bertanggungjawab secara terbuka melalui kanal media sosialnya atas dugaan Cambridge Analytica telah memanen data kurang lebih sekitar 50 juta pengguna Facebook secara ilegal guna membantu tim kampanye Donald Trump memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat pada 2016. Akan akan tetapi langkah yang Mark Zuckerberg lakukan ini menurut Penulis murni lebih dikarenakan alasan usaha semata guna menekan merosotnya nilai saham Facebook lebih jauh.
Dibalik skandal tersebut, apa yang menarik menurut Penulis ialah bagaimana cara Cambridge Analytica menyusupi sistem keamanan Facebook. Langkah yang dapat dikatakan brilian dimana mereka menyarukan diri sebagai aplikasi pihak ketiga (generik aplikasi ini poly beredar pada Facebook) yang meminta akses fakta data pengguna. Lantas dimana hebatnya?
Secara kinerja aplikasi yang Cambridge Analytica layaknya rangkaian psikotest yang dikirimkan secara terpola kepada pengguna beserta dalih sebuah survey. Pengguna yang mengakses (mengisi survey) melalui aplikasi tersebut secara nir sadar telah memberitahukan misalnya apa kepribadian mereka & bahkan mungkin turut juga menawarkan (men-share) aplikasi tersebut ke pengguna yang lain.
Data-data hasil survey yang telah terkumpul kemudian diolah pulang sang sistem buat membangun skema yang dipakai buat mempengaruhi pengguna didasarkan kepribadiannya kaitannya dalam Pemilihan Presiden tahun 2016 pada Amerika. Sistem ini sebenarnya serupa beserta konsep sistem analisis yang dipakai sang penggiat media sosial buat usaha ataupun kenaikan pangkat, dimana sistem mengolah data prilaku pengguna pada media sosial yang kemudian diolah menjadi rekomendasi berupa fakta, apps, maupun lainnya.
Yang menjadi pertanyaan Penulis kini ialah mengapa skandal ini mengundang kehebohan publik? Bukankah terlepas bocornya data tertentu pengguna Facebook bahwa para pengguna sebenarnya sudah mengumbar kepribadian melalui postingan pada majemuk jejaring sosial? Seolah nir muncul lagi tutur privacy alasannya adalah kesemua hal terkait pengguna diumbar, ibarat orang sedang pada toilet pun diunggah ke medsos. Gaung menonaktifkan Facebook mungkin dapat Penulis katakan terlambat disebabkan privacy yang diribut-ributkan sebenarnya kalau ditelaah pulang telah usang tiada.
Skandal bocornya data pengguna Facebook sampai dikala ini masih diselidiki sang pihak berwenang, sang karenanya publik sepatutnya nir perlu risau menanggapi maraknya pemberitaan yang beredar termasuk hingar bingar agar ramai-ramai menonaktifkan akun Facebook tertentu. Gaung yang mungkin diindikasikan bahwa muncul kepentingan didalamnya atau sebuah upaya buat menjatuhkan Facebook, beserta demikian para penggunanya beralih ke media sosial yang lain. Kalau sudah begini, siapa yang dapat menjamin bahwa data tertentu anda betul-betul kondusif? Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana muncul kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis tertentu. Terima kasih.
Artikel terkait : Konspirasi Intelejen & Spionase Cyber
No comments:
Post a Comment