![Facebook Bersalah, Rugi Besar serta Terancam Bubar](https://lh3.googleusercontent.com/blogger_img_proxy/AEn0k_tz3wh90lmg3GHkUPb1EVuHxAXSdlpinElkCRs3_-ggLf2EMwomLz0be5NH0DWZJN1V76uXiMPpOB4C2nLnlbPAf82cTGGORVp6rQw4NggFy_dTZdrLEQOyAgWuflm3fw=s0-d)
Facebook Bersalah, Rugi Besar & Terancam Bubar
Akibat bocornya data langsung 50 juta Facebooker yang dipakai Cambridge Analytica (CA) buat pemenangan Donald Trump dalam Pilpres 2016, saham Facebook anjlok hingga 6,8 %. Dan nampaknya Facebook terancam bubar. Perjalanan menuruni puncak kejayaan media sosial raksasa ini sedang dimulai.
Betapa tidak. Di usianya yang ke 11, Facebook mengalami masalah pembocoran data paling akbar dalam sejarah media sosial. Penerobosan terhadap 50 juta data langsung secara ilegal tadi, mirip diungkap The New York Times, memungkinkan Cambridge mengekploitasi interaksi digital puluhan juta penggunanya, mengidentifikasi kepribadian mereka selaku pemilih & menghipnotis konduite puluhan juta orang ini---hingga akhirnya berdampak dalam apa yang mereka lakukan dalam bilik bunyi.
Gejala bubarnya FB kelak semakin menguat ketika Mark tidak berhasil meyakinkan dua miliar penggunanya bahwa data langsung mereka yang tersimpan dalam database FB kondusif & tidak disalahgunakan oleh pihak mana pun.
Baca juga: Kita Tidak Bisa Lepas dari Dunia Facebook, Sampai Kapan Main-main dalam Sini?
Ketika masalah ini diungkap ke publik, Sabtu (17/3) lalu, Mark memilih membisu & 'menghilang'. Tapi hari ini, beberapa jam lalu, Mark akhirnya angkat bunyi. Dia mengaku bersalah & berjanji akan memperbaiki produknya supaya kebocoran data pengguna tidak terulang dalam kemudian hari.
"Kami memiliki tanggung jawab buat melindungi data anda, & jikalau kita tidak dapat maka kami tidak layak buat melayani anda," tulis Zuckerberg dalam akun Facebooknya.
Mark juga merasa perlu merinci pergi kronologi pencurian data oleh Cambridge Analytica yang bersumber dari sebuah aplikasi kuis kepribadian kreasi Aleksandr Kogan.
Aplikasi berbasis Facebook itu sukses menarik minat 300 ribu Facebooker yang beserta sukarela mengizinkan akses ke seluruh data langsung mereka, termasuk beberapa data langsung teman-temannya, sehingga total data yang terkumpul dalam database aplikasi itu mencapai puluhan juta akun!
Harusnya ini terselesaikan dalam 2015!
Sebenarnya, dalam tahun 2015, 3 tahun sebelum Christopher Wylie berkata masalah ini ke media pers, Mark sudah diberitahu oleh jurnalis The Guardian (dia tidak menyebutkan detil pembicaraannya beserta media pers terkemuka Inggris ini) bahwa Kogan menyerahkan data yang dimilikinya tadi ke Cambridge Analytica (CA).
Baca juga: Jangan Kirim Undangan Nikah lewat Medsos atau Grup Percakapan!
Langkah yang diambil Facebook dalam waktu itu artinya menuntut supaya Kogan & CA menghapus seluruh data langsung pengguna Facebook. Dan mereka memenuhi tuntutan tadi. Kasus ditutup. Selesai dalam 2015.
Tapi yah, namanya juga data, mana dapat dihapus begitu saja. Cerita 3 tahun itu terdengar naif, lantaran tidak melibatkan penegak hukum yang dapat mencegah penggunaan data buat melakukan kecurangan dalam pemilihan presiden paling menegangkan antara Donald Trump vs Hillary Clinton.
Akhir pekan lalu, Mark mengaku baru ngeh, ternyata dia sudah dipecundangi oleh CA yang memakai data dalam tangan buat pemenangan Donald Trump dalam Pilpres Amerika Serikat 2016.
O iya, buat Enda yang tidak mengikuti kehebohan ini, Christopher Wylie artinya peniup peluitnya. Dia ikut membantu Cambridge Analytica dalam mendapatkan data langsung 50 juta Facebooker & bekerja dalam sana hingga tahun 2014.
Kepada Observer Wylie berkata misteri hitam yang terjadi dalam Cambridge Analytica & bagaimana firma analis data itu mengeksploitasi big data dari Facebook.
"We exploited Facebook to harvest millions of people's profiles. And built models to exploit what we knew about them and sasaran their inner demons. That was the basis the entire company was built on."
Sama mirip yang sedang terjadi dalam Indonesia, waktu itu Wylie sedang berada dalam sebuah perang akbar. Wylie bilang, petinggi Cambridge Analytica menghalalkan seluruh cara buat memenangkan perang tadi. Termasuk menghimpun & mengekploitasi data puluhan juta pengguna Facebook.
Tujuan akhirnya satu: membentuk sebuah mesin yang dapat mengidentifikasi kepribadian para pemilih Amerika Serikat & menghipnotis konduite mereka.
Negara Digital yang Terancam
Sebagai sebuah media jejaring tertutup, Facebook sebenarnya sudah sangat ketat dalam menerapkan peraturan yang melindungi privasi pengguna. Edukasi pun terus dilakukan buat memastikan pengguna mengenali mana wilayah publik & mana wilayah privasi dalam Facebook. Dan bagaimana pengguna dapat memproteksi kabar seputar mereka, sambil menentukan siapa yang boleh & dihentikan kabar tadi.
Baca juga: Bank Indonesia, Bank Sentral Paling Gaul dalam Twitter
Pembatasan & pengetatan itu mulai dilakukan Facebook dalam tahun 2014---sebelum masalah Cambridge Analytica terjadi.
Tapi apa lacur, seperempat penduduk bumi yang setiap hari berinteraksi dalam sini tidak memiliki kapasitas & kemampuan yang sama dalam berinteraksi & berkomunikasi dalam dunia digital. Maka terwujudlah sebuah dunia yang organik, yang diisi oleh orang-orang polos, orang-orang pandai & orang-orang jahat dalam satu wadah akbar. Mereka seluruh melakukan interaksi digital skala super akbar yang tidak dapat dikontrol satu per satu.
Tak dapat dipungkiri, Facebook sudah menjadi negara digital. Dan layaknya sebuah negara, salah satu tuntutan warga artinya terciptanya rasa kondusif & nyaman, bebas dari gangguan & kejahatan orang lain yang membisu-membisu menyelinap masuk ke dalam tempat tinggal.
Kita paham bahwa Mark & Facebook bukanlah orang jahat dalam sini. Tapi fakta bahwa puluhan juta data langsung dapat dieksplotasi buat tujuan tertentu sudah nisbi bagi para Facebooker buat memikirkan apa yang wajib mereka lakukan selanjutnya dalam Facebook.
Semoga ancaman itu tidak menjadi fenomena.