![Facebook Blokir Kelompok Buddha Garis Keras Myanmar](https://satuislam.org/wp-content/uploads/2015/05/muslim-rohingya_medium.jpg)
YANGON, KOMPAS.com - Facebook, Kamis (7/6/2018), sudah memasukkan sebuah grup garis keras Buddha Myanmar ke dalam daftar hitam karena kerap mengunggah ujaran kebencian terhadap etnis Rohingya.
Facebook menjadi keliru satu platform media sosial paling populer kepada Myanmar memakai 18 juta pengguna sumber 50 juta penduduk negeri itu.
Penyidik PBB menyebut, Facebook sudah berubah menjadi "binatang buas" kepada Myanmar karena sebagian penggunanya memaki media sosial itu menjadi cara buat menjelaskan ujaran kebencian & memicu kekerasan terhadap etnis Rohingya.
Sebagai respon atas yang akan terjadi inspeksi PBB itu, pekan ini Facebook sudah melakukan kunjungan ke Myanmar.
Baca maupun: Akhirnya Myanmar Sepakat Beri Akses PBB ke Desa Rohingya kepada Rakhine
Hasilnya, Facebook memblokir gerakan nasionalis Buddha, Ma Ba Tha beserta dua orang biksu ternama yang kerap mengeluarkan ujaran kebencian terhadap etnis Rohingya.
"Mereka tidak diizinkan mengguakan Facebook & kami akan menghapus semua akun & konten yang mendukung, memuji atau mewakili kepentingan organisasi atau sejumlah individu ini," istilah Manajer Konten Facebook, David Caragliano.
Facebook maupun memblokir dua biksu radikal Parmaukkha & Thuseitta. Pada Januari lalu hal serupa diberlakukan maupun buat biksu Wirathu.
Namun, para aktivis maisih mengecam Facebook yang dipercaya terlalu lamban menanggapi status-status berisi ujaran kebencian.
Kelambatan Facebook itu membangun sejumlah konten beris ujaran kebencian mampu dibagikan dalam 48 jam sebelum akhirnya dihapus.
"Kami mampu melakukan lebih banyak & kami memang merespon terlalu lamban," istilah wakil presiden kebijakan publik Facebook kepada Asia Pasifik, Simon Milner.
Milner menambahkan, Facebook kini memperbanyak karyawan kepada Myanmar, Singapura, & Bangkok, khususnya yang mampu berbahasa setempat.
Facebook maupun merogoh aneka macam langkah buat mencegah adanya akun palsu & memblokir pengguna yang sudah berkali-kali melakukan pelanggaran.
Perusahaan media sosial itu maupun menegaskan terus mengembangkan sistem bagi penggunanya agar mampu melaporkan konten-konten yang meresahkan.
Baca maupun: Myanmar Klaim Puluhan Warga Rohingya Bersedia Kembali Sukarela
Sementara itu para aktivis Myanmar menyambut baik langkah itu namun meminta agar Facebook jauh lebih transparan lagi.
"Berapa usang ketika yang dibutuhkan buat menghapus konten berbahaya? Berapa banyak orang yang mampu berbahasa Myanmar kepada Facebook?" istilah CEO Phandeeya, Jes Kaliebe Petersen.
"Pengguna berhak buat memahami," tambah Petersen.
No comments:
Post a Comment