Monday, March 5, 2018

Datanya Sudah Bocor, Sampai Kapan Kita Main Facebook

Datanya Sudah Bocor, Sampai Kapan Kita Main Facebook
Datanya Sudah Bocor, Sampai Kapan Kita Main Facebook

Kurang lebih 50 juta data pengguna Facebook bocor serta dipergunakan konsultan politik Cambridge Analytica buat kampanye memenangkan presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Rupanya potensi kebocoran itu sudah pernah diperingati sang mantan pegawai Facebook sendiri sebelumnya.

Adalah mantan Operations Manager Facebook, Sandy Parakilas, yang sempat memperingati Facebook buat menciptakan sebuah sistem guna memantau aktivitas para pihak ketiga. Namun, peringatan itu tidak dipercaya krusial.

"Sangat menyakitkan melihat apa yang terjadi sekarang, sebab aku tahu Facebook sebenarnya bisa mencegah tragedi ini," ucapnya seperti dikutip Kompasiana dari KompasTekno (22/3/2018).

Bocornya data Facebook berdampak tertentu kepada kepercayaan pengguna yang kemudian menciptakan aksi buat menutup akun mereka. Salah satu penggagasnya ialah mantan pendiri WhatsApp, Brian Action. Melalui akun Twitternya ia menyerukan #DeleteFacebook. Aksi itu kemudian ramai dibicarakan serta di-retweet ribuan pengguna. Dampak lainnya ialah saham Facebook merosot tajam hingga 6,8 % atau sekitar Rp 509 triliun.

Pemilik dari super besar media sosial ini, Mark Zuckerberg, pun akhirnya meminta maaf atas tragedi bocornya data tadi. "Kami memiliki tanggung jawab buat melindungi data anda, serta jika kita nir bisa maka kami nir layak buat melayani anda," tulis Zuckerberg di akun Facebooknya. Permintaan maaf suami Priscilla Chan itu pula dimuat di 10 koran nasonal Amerika serta Inggris.

Bocornya data serta seruan buat menutup akun Facebook mendapatkan tanggapan majemuk dari beberapa Kompasianer. Antara lain, Sri Rumani, yang menilai data pengguna memang sangat krusial serta perlu dijaga supaya tidak jatuh ke pihak tidak bertanggung jawab, dalam hal ini seperti Cambridge Analytica.

"Data yang ada di media sosial seperti facebook bisa diolah menjadi isu menjadi aset perusahaan yang mempunyai nilai hemat buat diperjualbelikan. Mengingat setiap orang buat bisa memanfaatkan fasilitas media sosial facebook wajib mengisi bukti diri pribadi," tulis Sri lewat artikel berjudul Data Media Sosial Facebook Bocor, Harus Bagaimana?.

Ia pula menilai seruan buat menutup akun Facebook nir perlu karena media sosial yang sudah berusia 11 ini sudah menaruh manfaat. Terpenting, menurutnya, ialah menciptakan sistem lebih baik lagi menjadi akibatnya pengguna mencicipi keamanan serta ketenangan saat menggunakannya.

Berbeda halnya dengan Kompasianer Tilaria Padika yang nir kaget dengan adanya kebocoran data pengguna dari Facebook. Justru, ia merasa kaget sebab publik baru terkaget-kaget belakangan ini.

Lewat tulisan Data Facebook Bocor, Mengapa Kaget?, Tilaria mengungkapkan mengenai kebocoran data pengguna sebenarnya sudah berpotensi sejak lebih dari 10 tahun kemudian. Argumennya, ialah mengenai program prism: perjanjian kerja sama antara NSA serta  perusahaan-perusahaan super besar terkait internet seperti Google, Facebook, Apple, Yahoo, Microsoft, serta super besar internet di Amerika.

"Kerjasama itu memperbolehkan agen-agen NSA merogoh data pengguna, bukan sekedar metadata tetapi pula materi terkait riwayat pencarian, isi email, transfer arsip serta obrolan tertentu pengguna, tertentu dari server perusahaan. [...] Melalui 'Prism,' NSA mengumpulkan majemuk data serta konten komunikasi user, bukan saja penduduk AS tetapi pula penduduk seluruh global yang dengan layanan dari perusahaan-perusahaan AS," tulisnya. Untuk tulisan selengkapnya bisa dibaca di sini.

Terakhir, menyambung tulisan di atas serta meminjam pertanyaan Kompasianer Iskandar Zulkarnaen, hingga kapankah kita akan main-main di sini (Facebook)?

No comments:

Post a Comment